Senin, 30 Juni 2008

Membangun Pura di Hati


Membangun Pura di Hati

Dikisahkan seorang petani miskin yang bernama Pusalar hidup di India Selatan. Pusalar ingin membangun sebuah pura untuk Tuhan. Tetapi baru saja ia menggali fondasi bangunan dan mengumpulkan batu terasa ia tidak akan mampu meneruskannya karena tidak ada biaya, maka dibiarkannya galia fondasi itu begitu saja. Ia hampir putus asa. Tetapi entah dari mana pikiran cemerlangnya mendapatkan ilham bahwa ia dapat membangun pura di dalam hatinya.

Mulailah ia membangun pura itu dengan menggali dasar bangunan itu dan dikumpulkannya batu sedikit-demi sedikit. Sekalipun ia mampu membangun dengan cepat tetapi ia tidak mau, karena bangunan itu hanya di dalam hati. Ia ingin menikmati pekerjaannya yang ia persembahkan kepada Tuhan.

Setelah bekerja keras selama satu tahun akhirnya pura itu selesai. Ia merasa lega dan bahagia. Ia ingin melakukan upacara Kumba Abiseka (Ngenteg Linggih). Dimohonnnya kepada Tuhan supaya besok dalam upacara Kumba Abiseka Tuhan berkenan hadir dan ia (Pusalar) mohon maaf kepada Tuhan sebab tidak akan ada penyambutan besar-besaran dan ia tidak akan mengundang siapa pun. Sebab, takut ditertawai orang karena pura yang ia bangun ada dalam hatinya.

Suatu kebetulan atau tidak pada saat yang bersamaan Sang Maharaja juga sudah selesai membangun sebuah pura besar di alun-alun di depan istana di tengah kota. Pura ini megah dengan bahan terpilih megah dan mengagumkan. Surat undangan sudah disebar, tentu yang diundang orang-orang penting, pejabat tinggi dan juga Tuhan. Upacara Kumba Abiseka dilakukan pada hari yang sama dengan upacara yang dilakukan oleh Pusalar.

Malam, sehari sebelum upacara Maharaja bermimpi didatangi oleh Tuhan supaya mengundurkan upacaranya sehari. Sebab, besok Tuhan akan menghadiri upacara Ngenteg Linggih yang dilakukan Pusalar. Maharaja kaget, sebab semuanya sudah siap.

Paginya Maharaja mengadakan sidang istimewa, ingin tahu siapa Pusalar itu dan dari mana dia. Maka seluruh kerajaan ditelusuri. Setelah diketahui tempat Pusalar, Maharaja pun menuju tempat sang pemilik pura yang akan dihadiri oleh Tuhan. Didatangi Sang Maharaja, Pusalar kaget. Segera ia menyentuh kaki raja. Di mana puramu Pusalar? Raja bertanya. Karena takut ditertawai orang, sebab ia membangun pura di dalam hatinya, maka ia pun menyangkalnya. Maharaja menceritakan mimpinya kepada Pusalar. Mendengar cerita sang Maharaja, kini Pusalar tidak takut lagi karena Tuhan mengetahui, memberkati yang ia kerjakan. Pusalar menunjuk dadanya: Di sini Yang Mulia.

Mendengar penjelasan Pusalar, sang Raja membungkuk dan menyentuh kaki Pusalar

Menempatkan cerita di atas pada posisi yang wajar tanpa rasa apriori atau emosi dan lain-lain tentu sangat objektif untuk melihat keseharian kita dalam beragam khususnya dalam upacara agama atau membangun tempat ibadah (baca: pura).

Kedalaman beragama dan rasa bakti kepada Hyang Widhi ternyata sangat ditentukan oleh proses terwujudnya sesuatu itu. Jelasnya membangun tempat ibadah (baca: pura) hendaknya dilandasi dengan kesucian dari cara mendapatkan dana, bahan material harus dilandasi kesucian. Membangun dalam wujud fisik di bumi ini tentu penting dan yang lebih penting lagi adalah menjadikan diri ini sebagai pura (baca: rumah Tuhan) tentu juga sangat penting. Bila tidak, maka sia-sialah upacara yang kita lakukan.

Tidak ada komentar:

Dewa vishnu and dewi lakshmi

Dewa vishnu and dewi lakshmi
Dewa pemelihara

Ganesha

Ganesha
Dewa keberhasilan

Deva Tri Murti

Deva Tri Murti
Deva Brahma, Visnu, Siva